Kamis, 12 Desember 2013

MERINDU MUE KHILAFA

adalah kepemimpinan, Imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua pemerintahannya dinamakan khilafah.

Menurut Al-Qur’an segala sesuatu di Bumi ini termasuk daya dan kemampuan yang diperolehi seseorang hanyalah kurnia daripada Allah SWT. Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil Allah (Yang Maha Memiliki) supaya mereka dapat menggunakan kurnia tersebut sesuai dengan keridhaan-Nya.

khalifah dianggap sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW. Mengikut Sunnah Wal Jama’ah, khalifah dilantik oleh rakyat atau wakilnya, sedangkah pengikut Syiah menganggap hanya Ahlul Bait yang berhak menjadi khalifah.

Hadits Kembalinya Daulah Khilafah

Hadis Imam Ahmad juga diriwayatkan oleh Baihaqi dari Nu'man Bin Basyir;

“Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Masa kenabian itu ada di tengah-tengah kalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya.

Selanjutnya adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah), adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya.

Selanjutnya masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ’Adhan), adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya.

Setelah itu, masa kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyan), adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya.

Selanjutnya adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.”

[HR Ahmad dan Baihaqi dari Nuâman bin Basyir dari Hudzaifah]

Struktur Daulah Khilafah

Sejak kehancuran Daulah Khilafah pada 28 Rajab 1342H (3 Mac 1924), seluruh sistem pemerintahan Islam pun turut musnah. Sistem Khilafah yang selama ini telah menguasai dan memerintah hampir dua per tiga dunia kini telah lenyap. Sistem Khilafah yang telah menaungi manusia selama lebih 13 abad dan yang telah membawa rahmat ke seluruh alam, kini telah berkubur dengan runtuhnya Daulah Khilafah lebih 80 tahun yang lalu, sebuah institusi politik agung umat Islam. Justeru, generasi yang hidup selepas itu, hinggalah ke hari ini, sudah tidak lagi dapat mengetahui struktur sebenarnya Daulah Islam. Berikut adalah sturktur sistem pemerintahan Islam yang akan bangkit kembali

Senin, 09 Desember 2013

MUKTAMAR KHILAFAH

mudah mudahan tahun depan ada lagi  KHULAFAH DAN SEMOGA  ISLAM SLLU YANG UTAMA

PROSES KEMATIAN & SAKARATUL MAUT


 
DUNIA ITU TIDAK NYATA HANYA MIMPI 
TPI KEMATIAN ITU TERAMAT NYATA , DAN PASTI DI  HADAPI SEMUA MANUSIA
VIDEO INI BUAT PELAJARAN KITA SEBAGAI MANUSIA 
BERBUAT LAH KEBAIKAN SELAMA KITA MASIH  HIDUP   SOLAT DAN ZAKAT , 
DAN AMALA KAN ALQURAN SERTA AJARAN NABI MUHAMMAD SAW.

Minggu, 08 Desember 2013

KISAH RASUL, NABI DAN SAHABAT DAN ULAMA

SAHABAT DAN ULAMA

10 Sahabat yang dijamin masuk Surga
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).
"Klik pada nama Sahabat di bawah untuk membaca masing-masing kisah mereka. "

1. Abu Bakar As-Siddiq ra.
2. Umar Bin Khattab ra.
3. Utsman Bin Affan ra.
4. Ali Bin Abi Thalib ra.
5. Thalhah Bin Ubaidillah ra.
6. Zubair Bin Awwam ra.
7. Sa’ad bin Abi Waqqash ra.
8. Sa’id Bin Zaid ra.
9. Abdurrahman Bin Auf ra.
10. Abu Ubaidah Bin Jarrah ra.

Berikut adalah para Ulama Ahlul Hadits dari zaman ke zaman:

1. Khalifah ar-Rasyidin :
Abu Bakr Ash-Shiddiq
Umar bin Al-Khaththab
Utsman bin Affan
Ali bin Abi Thalib

2. Al-Abadillah :
Ibnu UmarIbnu AbbasIbnu Az-ZubairIbnu Amr
Ibnu Mas’ud
Aisyah binti Abubakar
Ummu Salamah
Zainab bint Jahsy
Anas bin Malik
Zaid bin Tsabit
Abu Hurairah
Jabir bin Abdillah
Abu Sa’id Al-Khudri
Mu’adz bin Jabal
Abu Dzarr al-Ghifari
Sa’ad bin Abi Waqqash
Abu Darda’

3. Para Tabi’in :
Sa’id bin Al-Musayyab wafat 90 H
Urwah bin Zubair wafat 99 H
Sa’id bin Jubair wafat 95 H
Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H
Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H
Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H
Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq
Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H
Muhammad bin Sirin wafat 110 H
Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H
Nafi’ bin Hurmuz wafat 117 H
Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
Ikrimah wafat 105 H
Asy Sya’by wafat 104 H
Ibrahim an-Nakha’iy wafat 96 H
Aqamah wafat 62 H

4. Para Tabi’ut tabi’in :
Malik bin Anas wafat 179 H
Al-Auza’i wafat 157 H
Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H
Sufyan bin Uyainah wafat 193 H
Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H
Syu’bah ibn A-Hajjaj wafat 160 H
Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H

5. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para tabi’ut tabi’in:
Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H
Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H
Abdurrahman bin Mahdy wafat 198 H
Yahya bin Sa’id Al-Qaththan wafat 198 H
Imam Syafi’i wafat 204 H

6. Murid-Murid atba’ Tabi’it Tabi’in :
Ahmad bin Hambal wafat 241 H
Yahya bin Ma’in wafat 233 H
Ali bin Al-Madini wafat 234 H
Abu Bakar bin Abi Syaibah Wafat 235 H
Ibnu Rahawaih Wafat 238 H
Ibnu Qutaibah Wafat 236 H

7. Kemudian murid-muridnya seperti:
Al-Bukhari wafat 256 H
Muslim wafat 271 H
Ibnu Majah wafat 273 H
Abu Hatim wafat 277 H
Abu Zur’ah wafat 264 H
Abu Dawud : wafat 275 H
At-Tirmidzi wafat 279
An Nasa’i wafat 234 H

8. Generasi berikutnya : orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
Ibnu Jarir ath Thabary wafat 310 H
Ibnu Khuzaimah wafat 311 H
Muhammad Ibn Sa’ad wafat 230 H
Ad-Daruquthni wafat 385 H
Ath-Thahawi wafat 321 H
Al-Ajurri wafat 360 H
Ibnu Hibban wafat 342 H
Ath Thabarany wafat 360 H
Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H
Al-Lalika’i wafat 416 H
Al-Baihaqi wafat 458 H
Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H
Ibnu Qudamah Al Maqdisi wafat 620 H

9. Murid-Murid Mereka :
Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 H
Ibnu Taimiyah wafat 728 H
• Al-Mizzi wafat 742 H
Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
Ibnu Katsir wafat 774 H
• Asy-Syathibi wafat 790 H
Ibnu Rajab wafat 795 H

10. Ulama Generasi Akhir :
Ash-Shan’ani wafat 1182 H
Muhammad bin Abdul Wahhab wafat 1206 H
Muhammad Shiddiq Hasan Khan wafat 1307 H
Al-Mubarakfuri wafat 1427 H
Abdurrahman As-Sa`di wafat 1367 H
Ahmad Syakir wafat 1377 H
Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh wafat 1389 H
Muhammad Amin Asy-Syinqithi wafat 1393 H
Muhammad Nashiruddin Al-Albani wafat 1420 H
Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420 H
Hammad Al-Anshari wafat 1418 H
Hamud At-Tuwaijiri wafat 1413 H
Muhammad Al-Jami wafat 1416 H
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat 1423 H
Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423 H
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah
Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah

Para Ulama Salaf Ahlul Hadits selain yang disebutkan diatas yang masyur dizamannya antara lain :
Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam (wafat 220H)
Ibnu Abi Syaibah (159-235 H)
Imam Asy Syaukani (172-250 H)
Imam al-Muzanniy (wafat 264H)
Imam Al Ajurri (190-292H)
Imam Al Barbahari (wafat 329 H)
Abdul Qadir Al Jailani (471-561 H)
Al-Hafidh Al Mundziri 581-656H
Imam Nawawi (631-676H)
Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
Ibnu Hajar Al ‘Asqolani (773-852 H)
Imam As Suyuti (849-911 H)

Para Ulama sekarang yang berjalan diatas As-Sunnah yaitu:
Syaikh Ahmad An-Najmi (1346-1410.H)
Syaikh Abdullah Muhammad IbnHumayd (1329-1402H)
Syaikh Muhammad Aman Al-Jami (1349-1416 H)
Syaikh Muhammad Dhiya`I (1940-1994.M)
Syaikh Abdullah Al Ghudayyan (1345H..H)
Syaikh Ubail Al-Jabiri (1357H..H)
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin (1349H..H)
Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilali 1377H/1957M
Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby (1380H..H)
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman (1380.H..H)
Syaikh Abdullah Bin Abdirrahim Al-Bukhari
Syaikh Ali bin Yahya Al Haddadi
Syaikh Abdullah Shalfiq : Perjalananku ke Indonesia
Para Ulama Sekarang lainnya yang berjalan diatas As-Sunnah (Klick Baca Selanjutnya)

BIOGRAFI Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza

Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W. yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu di antara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin

Genealogi

Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum.[2] Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Biografi

Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Nabi Muhammad S.A.W., Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam (Jahiliyyah), Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.

Memeluk Islam

Ketika Nabi Muhammad S.A.W. menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad S.A.W.
Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad S.A.W., Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad S.A.W., namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad S.A.W. bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya, diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an surat Thoha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal yang selama ini selalu membelanyani membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad S.A.W. kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.

Kehidupan di Madinah

Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Nabi Muhammad S.A.W. dan pemeluk Islam lain berhijrah (migrasi) (ke Yatsrib (sekarang Madinah) . Ia juga terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Nabi Muhammad S.A.W. Ia dianggap sebagai seorang yang paling disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad S.A.W. dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad S.A.W.

Wafatnya Nabi Muhammad

Pada saat kabar wafatnya Nabi Muhammad S.A.W. pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) di Madinah sampai kepada umat Muslim secara keseluruhan, Umar dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat syok yang ia terima, Umar berkeras bahwa Nabi Muhammad S.A.W. tidaklah wafat melainkan hanya sedang tidak sadarkan diri, dan akan kembali sewaktu-waktu.[3]
Abu Bakar yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan (|cquote! :"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Nabi Muhammad S.A.W., Nabi Muhammad S.A.W. sudah meninggal dunia. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."! |)
Abu Bakar mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi Muhammad S.A.W., seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an[4] dan mencoba untuk mengingatkan mereka kembali kepada ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad S.A.W. yaitu kefanaan makhluk yang diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan. ya Allah

Masa kekhalifahan Abu Bakar

Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.

Menjadi khalifah

Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Wafatnya

Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu[rujukan?]:
  1. Bila engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
  2. Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
  3. Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
  4. Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
  5. Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
  6. Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.

Rujukan

  1. ^ Abdul Ghani, M. Ilyas. 2005. op cit. Hal. 39-41.
  2. ^ Ja'farian, Rasul (2003). Sejarah Islam : sejak wafat Nabi SAW hingga runtuhnya Dinasti Bani Umayah (11 - 132 H). Lentera. ISBN 979-3018-77-1.
  3. ^ (Hayatu Muhammad, M Husain Haikal)
  4. ^ "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Al 'Imran ayat 144)

Lihat pula

Referensi

  • Hayatu Muhammad, Muhammad Husain Haikal [1]
  • Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, KH Munawar Chalil
  • Donner, Fred, The Early Islamic Conquests, Princeton University Press, 1981
  • Guillaume, A., The Life of Muhammad, Oxford University Press, 1955
  • Madelung, Wilferd, The Succession to Muhammad, Cambridge University Press, 1997
  • "G.LeviDellaVida and M.Bonner "Umar" in Encyclopedia of Islam CD-ROM Edition v. 1.0, Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands 1999"
  • Previte-Orton, C. W (1971). The Shorter Cambridge Medieval History. Cambridge: Cambridge University Press.

Pranala luar


mualaf  vs  murtadin


islam yang masuk ke kristen  itu bagaikan mie instan . singakat tanpa ada pemikiran dengan matang
kristen masuk islam , luar biasa  terbuka semua di alquran dan semua managis dengan kebenaran alquran
dan begitu matang pemikiran dan mereka telusuri


alkitab semakin di baca makin tak akan percaya semua karena bnyak kebohongan
alquran semakin di baca akan membuka pintu pintu hati kebenaran kita ...
KRISTENISASI YANG MENJAMUR DIMANA MANA . AYO KITA PELJARI

semakin picik nya mereka orang kafir , wahai umat islam kuat kan kaidah " kita ya dan pelajarai lah aqluran

HATI-HATI SAUDARAKU KAUM MUSLIMIN !!!.... INI BUKAN ISLAM......!!!!
Buku Panduan Shalat, tapi Kristen

Mereka membuat-buat agama mereka sendiri, mencoba meniru tata cara kita beribadah untuk mengelabui umat yang tidak tahu (yang tidak mau belajar) agar bisa menerima agama mereka..

WASPADALAH … !
Ada Buku Panduan Shalat, tapi Kristen … !

Di dalam Al-Qur’an sering ditemukan kata “Aqimus Sholah” (tegakkan Shalat), sebagai bagian dari perintah Allah SWT kepada kaum Muslim untuk beribadah.

Tapi jangan keliru, belakangan ini, kalangan Kristen Otodox Syiria (KOS) juga menggunakan bahasa serupa yang juga mirip dengan bahasa Al-Qur’an ini.

Kalangan Kristen Ortodox Syiria menerbitkan buku berjudul “Shalat Rabbaniyah” yang ditulis oleh Ignatius Bambang Soetawan.

Isi buku setebal 120 halaman tersebut adalah tafsir ringkas (refleksi) tentang “Doa Bapa Kami” yang dikutip dari Injil Matius 6: 9-13.

Bambang adalah alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teoogi Prajnawidya Yogyakarta, 1971.

Selain buku mirip bahasa khas Islam tersebut, Yayasan Misi Orthodoxia yang diketuai oleh Pendeta Yusuf Roni juga menerbitkan buku panduan shalat kristen yang berjudul “Kitabus Sab’us-Shalawat” (shalat 7 waktu).

Jika tidak paham, peristiwa ini dapat mengecoh umat Islam.

Apalagi selain menggunakan bahasa yang mirip Al-Qur’an, kalangan Kristen Ortodok Syiria juga menggunakan simbol-simbol mirip Islam. Seperti jilbab dll.

Semoga ini bisa menjadi informasi untuk semua kaum Muslim …

SIlahkan disebarkan semaksimal mungkin. Demi kebaikan ummat Islam bersama.

Ya Allah semoga kami semua, dapat tetap istiqomah di jalanMu.

Aamiin.

ayo kita ceritakan kisah cucu Kesayangan Rasulullah kepada anak anak kita

RIWAYAT HIDUP HASAN DAN HUSEIN


Cucu Kesayangan Rasulullah
Sesungguhnya kehidupan dan kematiannya merupakan gambaran yang indah dari insan yang mulia, penuh pengorbanan, iffah, suci, jiwa yang tenteram dan bersih. Patut baginya memperoleh kedudukan yang tinggi di dunia dan di akhirat, kerana dia adalah cucu Rasulullah putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah Az Zahra, serta saudara kandung Husein, penghulu para syuhada. Layak pula baginya memperolehi tempat yang mulia di antara orang-orang soleh, kerana beliau meninggalkan jabatan khalifah dengan cara bermandikan darah para syuhada. Beliau mengutamakan meninggikan bendera Islam sebagai ganti mengumandangkan teriakan perang. Hatinya memancarkan rahmat, kasih sayang, kalbunya diliputi dengan perasaan kasih, dan jiwanya penuh dengan sifat keutamaan.
Bekas ciuman Rasulullah bau semerbak dari bibirnya. Baginda Rasulullah mencintai Hasan dan saudaranya Husein, sehingga menjadikan kehidupan keduanya bagai kehidupan para malaikat. Keduanya hidup dalam naungan Ilahi. Pada masa kanak-kanaknya yang suci, mereka diberi ucapan-ucapan wahyu di lingkungan kenabian. Rasulullah SAW memberinya pelajaran dan cara hidup Islam serta pendidikan Ilahi. Dari lingkungan kedua orang tuanya, mereka mengambil suri teladan yang mulia. Dalam lingkungan yang jelas dan positif itulah Saidina Hasan dan Saidina Husein hidup berdampingan satu sama lain.
Hampir tiada berlalu suatu haripun tanpa Rasulullah mengungkapkan kepada para sahabatnya tentang cintanya kepada cucu-cucunya. Badan Hasan banyak kemiripannya dengan bentuk badan Rasulullah. Diriwayatkan bahwa suatu hari Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib sedang keluar dari masjid selesai shalat. Tiba-tiba mereka berdua melihat Hasan sedang bermain. Lalu Abu Bakar ikut mengajaknya bermain. Setelah itu beliau berkata kepada Ali, “Demi Allah, dia lebih mirip dengan Rasulullah dari pada denganmu.” Mendengar yang demikian itu Ali tertawa.
Tentang kecintaan Rasulullah kepada Hasan dan Husein. Abu Hurairah pernah berkata, “Rasulullah datang kepada kami bersama kedua cucunya, Hasan dan Husein. Yang pertama ada di bahunya yang satu, dan yang kedua ada di bahunya yang lain. Sesekali baginda Rasulullah menciumnya, sampai beliau berhenti di tempat kami. Kemudian baginda bersabda, ‘Barangsiapa mencintai keduanya (Hasan dan Husein) bererti ia mencintai aku. Barangsiapa membenci keduanya bererti ia membenci aku’.”
Berkaitan dengan Hasan, Rasulullah memberitahukan bahwa ia akan mendamaikan antara dua golongan kaum muslimin. Beberapa tahun setelah itu ramalan tersebut betul-betul terjadi. Peristiwa itu terjadi setelah wafatnya Rasulullah dan setelah Ali meninggal dunia. Saat itu penduduk Iraq datang untuk membaiat Hasan. Mereka percaya bahwa Hasan lah yang paling berhak menduduki jabatan khalifah.
Pada waktu yang bersamaan, penduduk Syam membaiat Muawiyah, sehingga pertempuran baru antara Iraq dan Syam tidak dapat dihindari lagi. Di sinilah nampak kecerdasan Hasan. Beliau berpikir, terbayang dalam benaknya apa yang pernah terjadi dalam perang Shiffin. Di situ ia melihat ramainya korban yang terbunuh dan darah yang mengalir, mengakibatkan anak menjadi yatim dan perempuan menjadi janda. Apa yang dihasilkan oleh perang hanyalah kebinasaan dan kerosakan. Beliau khuatir terulangnya kembali peristiwa peperangan dan pertumpahan darah antara sesama kaum muslimin.
Ketika ia sedang mencari jalan penyelesaian dari terjadinya pertumpahan darah tersebut, tiba-tiba datang surat dari Muawiyah kepadanya. Di dalamnya tersirat politik Bani Umaiyah untuk mengadakan perdamaian dengan syarat Hasan dijanjikan akan menjadi khalifah nanti setelah kematian Muawiyah.
Setelah Hasan selesai membaca surat tersebut, serta merta ia mengutus utusan untuk menemui saudaranya Husein di Madinah. Ia menganjurkannya menerima usul perdamaian tersebut. Demikian pula sikapnya saat para pemuka penduduk Iraq berkumpul di gedung pertemuan di Iraq. Beliau berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian membaiatku adalah untuk berdamai dengan orang yang mengajak damai dan berperang dengan orang yang mengajak perang. Sesungguhnya aku telah membaiat Muawiyah, maka dengarlah kata-kataku.”
Peristiwa ini diterima oleh penduduk Iraq secara terpaksa. Begitu pula halnya dengan Husein, beliau menerimanya secara terpaksa pula. Pada dasarnya semuanya menghendaki agar jabatan khalifah dipegang oleh keluarga Rasulullah, bukan didahului oleh Bani Umaiyah. Akan tetapi cara berpikir Hasan menuju kepada mencegah pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin. Cukuplah bagi beliau apa yang pernah terjadi dalam perang Shiffin. Akan tetapi Muawiyah tidak ingin menepati janjinya. Ia telah menetapkan perintah membaiat anaknya, Yazid. Politiknya adalah jangka panjang, meskipun pada mulanya keinginannya belum tercapai, namun ia menjadikan strateginya itu secara bertahap.
Akibatnya setiap sahabat Rasulullah yang mendengar maksud Muawiyah tersebut bukan main marahnya. Sebab jabatan khalifah akan dipegang oleh penguasa yang bengis, sebagaimana yang pernah diberitakan oleh Rasulullah. Namun meskipun Hasan menjaga jangan sampai terjadi pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin. Tetapi tetap saja perkara-perkara lain muncul di hadapannya. Pada akhirnya berkali-kali beliau menghadapi usaha orang lain yang hendak meracuninya, tapi masih boleh diubati. Orang-orang tersebut tidak puas jika belum berhasil dalam usahanya. Hingga suatu ketika Hasan merasakan adanya racun pahit yang ada dalam makanannya. Rasanya seperti ditikam pisau dalam perutnya. Dengan menahan rasa sakit yang keras itu, beliau bertanya kepada saudaranya Husein, “Siapa yang menyembunyikan racun tersebut?” Husein tidak menjawab, dan tidak lama kemudian beliau pun wafat.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 50 H menurut pendapat yang paling kuat, dan seluruh penduduk Madinah ikut berkabung, menguburkan jasadnya yang suci di Baqi’. Dikabarkan di tempat itu tersebar bau harum sewangi kasturi, seolah-olah para malaikat menaburkan wewangian syurga di dalamnya.
Semoga Allah memberi rahmat kepada Hasan dan Husein. Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda tentang mereka berdua, “Mereka berdua termasuk pemuka para pemuda ahli syurga.”
Pemuka Para Pemuda Ahli Surga
Sejak saat kelahirannya, seisi langit menyambut kehadirannya. Seisi bumi di sekitarnya memancarkan sinar kesucian, diliputi dengan rahmat dan semerbak bau wangi yang ditaburkan oleh para malaikat. Ketika Rasulullah mendengar bahwa puterinya Fatimah Az Zahra dikurniai putera, baginda bergegas menuju ke rumahnya. Rasulullah menjumpainya dengan raut wajah yang bersinar, bak purnama.
Begitulah kebiasaan baginda ketika mendengar berita gembira. Kemudian Rasulullah mendekat kepada bayi yang masih suci, mengumandangkan azan di telinganya seperti azan shalat. Itulah kalimat pertama yang didengar oleh Husein setelah kelahiran beliau di dunia pada tanggal 5 Syaban 4 H. Sebelum Rasulullah berangkat ke rumah puterinya, Fatimah, beliau sudah mempersiapkan nama untuk bayi tersebut dengan nama “Husein”, suatu nama yang belum dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu.
Husein hidup di rumah ayahnya di Madinah. Rasulullah pun mencintainya, dan mencintai saudaranya, Hasan, dengan cinta yang amat dalam. Kecintaan baginda itu digambarkan oleh Usamah Ibn Zaid dalam suatu peristiwa yang disaksikannya sendiri. Usamah berkata, “Aku mengetuk pintu rumah Rasulullah sambil membawa sesuatu yang tidak aku ketahui apa yang dibawanya. Setelah selesai dengan tujuan yang saya inginkan, aku bertanya kepada baginda, ‘Engkau sedang membawa apa ya Rasulullah?’ Baginda pun membukanya. Ternyata itu adalah Hasan dan Husein. Baginda bersabda, ‘Kedua anak ini adalah anakku, dan anak puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya. Maka cintailah keduanya, dan cintailah orang yang mencintai keduanya’.”
Apabila Hasan dan Husein datang kepada kakeknya, Rasulullah, beliau memeluk mereka dengan kasih sayang dan menciumnya satu persatu, kemudian memangkunya di atas pahanya. Para sahabat di sekitar baginda segera mengucap, “Sesungguhnya keduanya adalah pemuka para pemuda ahli surga.” Sebahagian dari ucapan Rasulullah yang mencerminkan gelora kasih sayangnya pada Husein adalah, “Husein itu dariku dan aku dari Husein. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah cucuku.”
Husein tumbuh dalam lingkungan yang paling bersih dan mulia dari sifat manusiawi. Datuknya adalah Rasulullah pemuka sekalian makhluk. Ayahnya adalah Ali bin Abu Thalib, memiliki peringkat teratas dari sifat dermawan, penuh pengorbanan, berjuang, dan patuh kepada  Allah dan Rasul-Nya. Ibunya adalah Fatimah Az Zahra, seutama-utama perempuan pada masanya. Maka memadailah jika dikatakan bahwa dia adalah puteri Rasulullah, isteri bagi pemimpin para pejuang, dan ibu dari pemuka para pemuda ahli surga.
Dalam persekitaran perjuangan yang berbau kenabian yang bersinarkan wahyu serta penuh dengan peristiwa jihad inilah Husein menghabiskan masa kanak-kanaknya yang pertama. Di sekitar rumah ayahnya, Ali bin Abu Thalib, dan rumah Rasulullah sampai beliau menginjak 6 tahun 7 bulan 7 hari, Rasulullah pun wafat. Peristiwa wafatnya Rasulullah itu disaksikan oleh Husein. Bagaimana penduduk kota Madinah diliputi dengan rasa duka, dan bagaimana duka yang dialami oleh kaum muslimin yang sangat mendalam itu boleh menghilangkan akal sebahagian dari mereka. Sehingga orang genius seperti Umar bin Khatthab diliputi dengan pikiran kosong. Umar berseru kepada orang-orang, “Barangsiapa berkata bahwa Muhammad telah mati, akan aku bunuh dengan pedangku ini!” Semua itu disaksikan oleh Husein.
Kemudian dia mendengar perihal ayahnya dan kaum muslimin yang bercakap-cakap tentang perang Riddah. Beliau hidup semasa peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam keadaan jiwanya yang bersih. Tatkala mencapai usia remaja, ia menjadi anggota barisan para pejuang. Ia ikut bersama ayahnya dalam perang Jamal, Perang Shiffin dan perang melawan kaum Khawarij.
Ayahnya, Ali bin Abu Thalib, adalah pemimpin perang yang berwawasan jauh. Allah memberinya ilham terhadap perkara-perkara yang ghaib dan tidak dapat dijangkau oleh semua orang. Ketika beliau keluar dari Madinah menuju ke Kufah dan sampai di Karbala, beliau mengarahkan pandangannya di tanah tersebut dengan pandangan yang amat dukacita. Beliau berkata, “Di sinilah tempat pemberhentian perjalanannya, dan di sinilah tertumpah darahnya.”
Orang-orang di sekitarnya tidak mengerti ungkapan sedih dan mengharukan tersebut. Baru setelah beberapa tahun kemudian, terjadilah di situ peristiwa berdarah dalam peta dunia Islam. Rebutan kekuasaan dan peralihan kepemimpinan khalifah menjadi raja yang bengis sebagaimana hal tersebut pernah dikhabarkan oleh Rasulullah SAW, iaitu ketika Muawiyah membaiat puteranya, Yazid, dengan paksa. Seandainya tidak kerana kebijaksanaan Husein, tentu darah kaum muslimin akan tumpah.
Pendiriannya boleh mencegah pecahnya perang antara golongan pembaiat dan penentangnya. Akan tetapi pertentangan tetap ada, meskipun secara sembunyi-sembunyi dalam tiap peribadi dan tidak nampak kecuali setelah kematian Muawiyah. Para pemuka Kufah mengirim surat kepada Husein meminta kepadanya agar hadir di Kufah untuk dibaiat. Husein menghadapi perkara ini dengan cermat. Beliau mengutus anak bapa saudaranya Muslim Ibn Aqil. Tapi ketika Ubaidillah Ibnu Ziyad menjadi penguasa Basrah, Muslim Ibn Aqil dibunuhnya. Peristiwa itu terjadi pada 9 Zulhijjah 60 H.
Peristiwa pembunuhan Muslim bin Aqil tersebut terjadi sebelum keluarnya Husein dari Makkah ke Kufah selang satu hari. Oleh kerana itu Husein tidak tahu tentang terbunuhnya Muslim bin Aqil sampai beliau tiba di Qadisiyah. Beliau mengutamakan kembali ke Makkah, namun kaum kerabat Muslim bin Aqil, tetap ingin melanjutkan perjalanan menuntut balas atas kematian saudaranya. Pengikut Husein ketika itu sekitar 70 orang, terdiri dari keluarga dan pendukungnya, baik dari kalangan lelaki, perempuan mahupun anak-anak.
Kejadiannya sangat cepat. Ketika dua utusan Husein terbunuh lagi, saat mengingatkan penduduk Kufah tentang syarat dan ajakan mereka untuk membaiatnya, dua utusan tersebut dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad. Keadaan semakin serius, sampai pada puncaknya berakhir di Karbala, di mana kepala-kepala keluarga Rasulullah dipenggal, lalu kepala tersebut dibawa di atas hujung tombak menuju ke Ubaidillah bin Ziyad, kemudian diserahkan kepada Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Husein terbunuh oleh orang yang bernama Syamr bin Dzi Jausyan, yang kemudian ia mendapat murka Allah, para malaikat dan kaum muslimin seluruhnya.
Kepala Husein yang mulia tersebut dipindahkan dari satu kota ke kota yang lain, kemudian ke kota Asqalan. Di situlah penguasa setempat menguburkannya. Lalu ketika bangsa Eropah berkuasa pada waktu perang Salib, Thalaih bin Raziq menebusnya dengan uang 30.000 dirham agar kepala tersebut boleh dipindahkan ke Kairo dan dapat dikubur di tempat di mana ia mati syahid semasa hidupnya.
Tentang kepala Husein di tempat syahidnya itu, para ahli sejarah berpendapat bahwa ketika Abdul Rahman hendak memperluas bangunan masjid Al Husein, tempat tersebut ramai dikunjungi oleh orang-orang, termasuk di antaranya dua ulama popular, iaitu Syekh Al Jauhary As Syafi’i dan Syekh Al Malwi Al Maliki. Keduanya menyaksikan apa yang terdapat di dalam kuburan Husein. Diketahui bahwa kepala Husein dibungkus dengan kain sutera berwarna biru yang diletakkan dalam pundi emas di atas tempat ebonit. Demikian pula banyak petunjuk-petunjuk lain tentang kepala Husein dalam makam tersebut.
Allah menghendaki agar peristiwa yang menimpa pada cucu Rasulullah itu berlaku adil. Tiga tahun kemudian Yazid bin Muawiyah mati dengan cara yang hina, yaitu jatuh dari kudanya ketika sedang mengejar monyet. Lehernya patah, kuku kaki kudanya patah dan meringkik tidak tentu hala. Adapun Syamr bin Dzi Jausyan, si pembunuh Husein, terbunuh oleh Mukhtar bin Abi Ubaid As Tsaqafi, pelopor gerakan Tawwabin. Ia melemparkan jasad Syamr bin Dzi Jausyan agar dimakan anjing. Begitu pula nasibnya Ubaidillah bin Ziyad, terbunuh lalu dibakar. Sedangkan sisa-sisa pengikut Yazid bin Muawiyah mati terbunuh di tangan kelompok Tawwabin lainnya.
Allah memuliakan Kairo dengan dimakamkannya kepala Husein dan dikuburkannya beberapa Ahl Al Bait di sana. Semoga Allah meridhai mereka dan memberinya tempat yang mulia dan darjat tertinggi di dunia dan akhirat.

ayo musli dan muslimah . ajarkan anak nak kita dengan kisah islam 7 turunan

asalamulaikum wr wb, 

buat saudara ku  yang berkeluarga  , di zaman moderen ini  acara tv makin merusak moral anak bangsa pemeluk islam . sebagai orang tua hedak nya kita memberikan teladan yang baik dan benar , sebanar nya  anak anak sekrang telah di rusak moral nya  . ibu bapak ari kita simak cerita tentang putri  fatimah .

 

Sebagian
besar sejarawan Syiah dan Ahlussunah meyakini bahwa Fatimah az Zahra
dilahirkan pada 20 Jumadil Tsani, tahun kelima diutusnya Nabi saw di
Mekkah al Mukarramah. Sebagian sejarawan bahwa beliau lahir pada tahun
ketiga atau kedua diutusnya Nabi saw. Seorang sejarawan dan ahli hadis
Sunni berpendapat bahwa Fatimah lahir pada tahun pertama diutusnya Nabi
saw. Jelas sekali bahwa menyingkap fakta seputar hari lahir dan hari
wafat tokoh-tokoh besar dalam sejarah—meskipun dari sudut pandang
sejarah dan penelitian berharga dan patut dijadikan bahan kajian—namun
dari sisi analisa kepribadian tidaklah begitu penting. Yang penting dan
utama adalah peran mereka dalam menentukan nasib manusia dan sejarah.
Patut direnungkan bahwa Fatimah az Zahra terdidik di madrasah ayahnya,
Rasul saw yang notabene adalah rumah kenabian. Sebuah rumah yang disitu
wahyu dan ayat-ayat Al Qur’an diturunkan.



Fatimah termasuk kelompok pertama dari kaum Muslimin yang beriman
kepada Allah Swt dan ia begitu tegar dan kukuh dalam keimanannya. Saat
itu rumah yang dihuni Fatimah adalah satu-satunya rumah di kawasan
Jazirah Arab dan dunia yang meneriakkan suara tauhid: “Allahu Akbar”.
Az Zahra adalah satu-satunya perempuan belia di Mekkah yang mencium dan
merasakan aroma tauhid di sekitarnya. Ia berada di rumahnya sendirian.
Ia melalui masa kanak-kanaknya sendirian. Dua saudara perempuannya,
yaitu Ruqayyah dan Kultsum berusia lebih tua beberapa tahun darinya.
Barangkali rahasia di balik kesendirian ini adalah bahwa Fatimah sejak
kecil harus memfokuskan perhatiannya pada latihan fisik dan pendidikan
spiritual. Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib,
Fatimah tampil sebagai wanita teladan sepanjang masa. Putri Nabi saw
ini bukan hanya teladan bagi kehidupan suami-istri dan menjadi potret
keluarga Muslimah ideal, melainkan ia pun menjadi teladan dalam masalah
ketaatan dan ibadah kepada Allah Swt.



Setelah selesai mengerjakan tugas rumah, Fatimah sibuk beribadah. Ia
menunaikan shalat, berdoa, dan bermunajat di hadapan Sang Maha Esa
serta mendoakan orang lain.
Imam as Shadiq as meriwayatkan hadis yang sanad-nya
(mata raktai perawi) bersambung ke Imam Hasan bin Ali as yang berkata:
Aku melihat ibuku Fatimah as yang sedang menunaikan shalat di mihrabnya
pada malam Jum`at dimana ia rukuk dan sujud sampai fajar Shubuh
menyingsing. Dan aku mendengarnya berdoa untuk kaum mukminin dan kaum
mukminat dan ia menyebut nama-nama mereka serta memperbanyak doa untuk
mereka, bahkan ia tidak berdoa untuk dirinya sendiri sedikit pun. Lalu
aku bertanya kepadanya: Wahai ibu, mengapa engkau tidak berdoa untuk
dirimu sendiri sebagaimana engkau berdoa untuk orang lain? Ia menjawab:
Wahai anakku, sebaiknya (mendoakan) tetangga dulu lalu (penghuni) rumah
(diri kita dan orang-orang yang dekat dengan kita).[1]


 


TASBIH AZ ZAHRA DAN KEUTAMAANNYA


 


Fatimah
berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, aku tidak tahan lagi mengurusi
rumah. Carikanlah pembantu untukku yang dapat meringankan pekerjaan
rumahku. Rasul berkata kepadanya: Wahai Fatimah, apakah kamu tidak
menginginkan sesuatu yang lebih baik dari pembantu? Ali berkata:
Katakanlah, iya. Fatimah berkata: Wahai ayahku, apa yang lebih baik
dari pembantu? Rasul saw menjawab: Engkau bertasbih kepada Allah SWT
pada setiap hari sebanyak 33 kali dan engkau bertahmid
sebanyak 33 kali dan bertakbir sebanyak 34 kali. Semuanya berjumlah 100
dan memiliki kebaikan dalam timbangan. Wahai Fatimah, bila engkau
mengamalkannya pada setiap pagi hari maka Allah akan memudahkan urusan
dunia dan akhiratmu.[2] Berkenaan
dengan firman Allah, "Dan kaum pria dan kaum wanita yang banyak
berzikir kepada Allah," Imam ash Shadiq berkata: Barangsiapa terbiasa
membaca tasbih Fatimah as maka ia termasuk kaum pria dan kaum wanita
yang banyak berzikir.[3]
Diriwayatkan dari Imam Baqir as yang berkata: Rasulullah saw berkata
kepada Fatimah, Wahai Fatimah, bila kamu hendak tidur di waktu malam
maka bertasbihlah kepada Allah sebanyak 33 kali dan bertahmidlah
sebanyak 33 kali dan bertakbirlah sebanyak 34 kali. Semuanya berjumlah
seratus. Dan pahalanya lebih berat dari gunung emas Uhud dalam timbangan akhirat.[4]
Diriwayatkan dari Abi Abdillah ash Shadiq yang berkata: Tasbih Fatimah
as setiap hari usai shalat lebih aku sukai daripada shalat seribu
rakaat dalam setiap hari.[5]
Imam Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah as
sebelum ia membentangkan kakinya dalam shalat fardhu maka Allah akan
mengampuninya. Dan hendaklah ia memulai dengan takbir.[6] Diriwayatkan oleh Abi Ja`far al Baqir yang berkata: Tiada pengagungan bagi Allah yang lebih utama daripada tasbih Fatimah.[7]
Imam Baqir as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih az Zahra
kemudian ia beristigfar maka ia akan diampuni. Ia (tasbih itu)
berjumlah seratus namun bernilai seribu dalam timbangan dan ia mampu
mengusir setan dan membuat Tuhan Yang Maha Pengasih ridha.[8]
Imam ash Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah
as usai shalat fardhu sebelum ia membentangkan kedua kakinya maka Allah
akan menyediakan surga baginya.[9]
Imam ash Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah
as yang berjumlah seratus usai shalat fardhu sebelum ia membentangkan
kedua kakinya lalu diikutinya dengan membaca "lailaha illallah"
sebanyak satu kali maka ia akan diampuni.[10] "Tasbih Az Zahra" ini terdapat juga dalam kitab-kitab muktabar Ahlussunah dan cukup populer di kalangan kaum Muslimin.



Ilmu Fatimah az Zahra



Segala rahasia ilmu yang didapatkannya dari ayahnya dicatat oleh Ali
bin Abi Thalib lalu Fatimah mengumpulkannya sehingga jadilah kitab yang
bernama Mushaf Fatimah.


 


Mengajari Orang Lain


 


Abu
Muhammad al Askari berkata: Seorang wanita datang ke Fatimah az Zahra
dan berkata: Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu yang lemah dan ia
memakai sesuatu saat mengerjakan shalatnya, dan ia mengutusku untuk
menemuimu dan bertanya padamu. Lalu Fatimah menjawab pertanyaannya.
Wanita tersebut berkata: Aku tidak ingin merepotkanmu wahai putri
Rasulullah saw. Fatimah menjawab: Datanglah kemari dan tanyalah apa
yang tidak jelas bagimu. Apakah engkau mengira seseorang yang sehari
disewa untuk mendaki tanah dengan membawa muatan yang berat dimana
upahnya seratus ribu Dinar, lalu ia keberatan melakukan itu? Wanita
tersebut menjawab: Tidak! Ketahuilah bahwa aku—dalam setiap masalah
(pertanyaan) yang aku selesaikan—diupah lebih besar dari permata yang
ada di antara bumi dan arasy. Sehingga karena itu, aku tidak merasa
berat sama sekali.[11]
Fatimah berusaha memperkenalkan tugas dan kewajiban para wanita dengan
cara mengajari mereka hukum dan pengetahuan Islam. Keberhasilan
pendidikan Fatimah ini bias kita lihat pada sosok anak didiknya yang
sekaligus pembantunya yang bernama, Fidhah. Fatimah berhasil menyulap
Fidhah menjadi wanita istimewa dimana selama dua puluh tahun ia hanya
berbicara dengan Al Quran. Setiap kali Fidhah menginginkan sesuatu atau
menjelaskan sesuatu maka ia mengutip ayat Al Qur'an yang sesuai dengan
keinginan dan maksudnya, sehingga dimengerti oleh lawan bicaranya.
Fatimah bukan hanya tidak pernah mengenal lelah dalam mempelajari ilmu,
bahkan dalam menjelaskan masalah-masalah agama ke orang lain pun ia
selalu bersemangat dan sabar melayani pertanyaan orang-orang yang
merujuk kepadanya. Suatu hari seorang wanita dating padanya sembari
berkata: Aku memiliki ibu yang sudah lanjut usia. Ibuku salah
mengerjakan shalatnya lalu ia mengutus aku untuk bertanya kepadamu. Az
Zahra pun menjawab pertanyaannya. Wanita itu pun datang kembali dan
menyampaikan pertanyaan kedua. Fatimah pun menjawabnya. Hal ini terus
berulang sampai sepuluh kali. Setiap kali wanita itu datang, ia merasa
malu karena lagi-lagi datang ke Fatimah dan menganggunya. Lalu wanita
itu berkata kepada Fatimah: Aku tidak akan pernah merepotkanmu kembali.
Fatimah menjawab: Tidak menjadi masalah bagiku, datanglah kemari lagi
dan lontarkanlah pertanyaanmu. Aku tidak akan pernah marah atau capek
melayani pertanyaanmu. Sebab, aku mendengar ayahku bersabda: Pada hari
kiamat para ulama pengikut kami akan dikumpulkan dan akan diberikan
pakaian (sebagai hadiah) yang berharga kepada mereka. Kualitas pakaian
tersebut disesuaikan dengan kadar usaha mereka di bidang pengarahan dan
pemberian bimbingan kepada hamba-hamba Allah.


 


Ibadah Fatimah az Zahra


 


Hasan
Basri (wafat tahun 110 H), salah seorang abid (ahli ibadah) dan seorang
sufi terkenal mengatakan bahwa Fatimah az Zahra begitu luar biasa dalam
beribadah sehingga [seperti ayahnya Rasulullah saw] kedua kakinya
bengkak. Hasan Basri juga menegaskan bahwa tidak ada seorang pun di
tengah umat yang mampu menandingi zuhud, ibadah dan ketakwaan Fatimah.


Kalung Yang Penuh Berkah


Pada
suatu hari Rasulullah saw melakukan perjalanan. Saat itu Ali
mendapatkan sedikit ganimah lalu ia menyerahkannya kepada Fatimah. Putri
Nabi saw ini memakai dua gelang dari perak dan ia menggantung kain di
atas pintunya. Ketika Rasulullah saw datang maka ia memasuki masjid
lalu ia menuju rumah Fatimah sebagaimana yang biasa dilakukannya.
Fatimah berdiri gembira menyambut ayahnya. Rasul saw melihat dua gelang
yang terbuat dari perak yang ada di tangannya, juga kain yang
tergantung di atas pintunya. Lalu beliau duduk sambil memandanginya.
Fatimah pun menangis dan sedih. Kemudian ia memanggil kedua putranya
dan mencabut kain penutup yang dipasangnya dan kedua gelangnya sambil
berkata kepada mereka: Sampaikan salam kepada ayahku dan katakan
kepadanya, kami tidak membuat sesuatu yang baru selain ini. Serangkan
benda ini kepadanya sehingga ia dapat menginfakkannya di jalan Allah.
Kemudian Rasul saw berkata: Semoga Allah SWT merahmati Fatimah dan
memberinya pakaian dari pakaian surga dan memberinya kalung dari surga.[12]


Seorang
Arab Baduwi datang kepada Nabi saw dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku
sedang lapar maka berilah aku makanan dan aku telanjang maka berilah
aku pakaian dan aku adalah orang fakir maka bantulah aku. Lalu Nabi saw
berkata kepadanya: Aku tidak memiliki sesuatu yang dapat aku berikan
padamu, namun orang yang menjadi pembimbing atas kebaikan sama dengan
pelaku kebaikan tersebut. Pergilah kami ke rumah orang yang mencintai
Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya. Saat itu
Ali, Fatimah dan Rasulullah saw belum makan selama tiga hari. Kemudian
orang Arab Baduwi tersebut datang kepada Fatimah dan meminta bantuan
padanya. Fatimah memberinya kalung yang tergantung di lehernya dimana
kalung tersebut merupakan hadiah dari putri pamannya Fatimah binti
Hamzah bin Abdul Muthhalib. Fatimah berkata kepada orang tersebut:
Ambillah ini dan juallah. Semoga Allah menggantimu dengan apa yang
terbaik darinya. Orang fakir itu datang kepada Nabi saw sambil membawa
apa yang didapatinya dari Fatimah lalu beliau menangis. Kemudian Ammar
bin Yasir membeli kalung itu seharga dua puluh Dinar dan dua ratus
Dirham dan ia menggenyangkan orang fakir itu dengan roti dan daging.
Ammar melipat kalung itu di bawah kain dan berkata kepada budaknya,
Saham: Ambillah kalung ini dan serahkanlah kepada Nabi saw dan engkau
pun menjadi miliknya. Budak itu mengambil kalung tersebut dan
menyerahkannya kepada Nabi saw serta memberitahukan perkataan Ammar
tersebut pada beliau. Beliau berkata: Pergilah ke rumah
Fatimah dan serahkanlah kepadanya serta kau pun aku serahkan padanya.
Lalu budak itu datang ke Fatimah dan memberitahukan perkataan Nabi saw
padanya. Fatimah mengambil kalung tersebut dan membebaskan budak itu.
Kemudian budak itu tertawa. Fatimah bertanya kepadanya: Apa yang
membuatmu tertawa? Ia menjawab: Aku tertawa melihat betapa besarnya
keberkahan kalung ini: Ia menggenyangkan orang yang lapar, menutupi
orang yang telanjang, memampukan orang yang miskin dan memerdekakan
budak dan kembali lagi ke empunya.[13]
 


 


Peran Fatimah dalam Peperangan di Masa Awal Islam


Selama 10 tahun pemerintahan Nabi saw di Madinah, terjadi 27 atau 28 peperangan (ghazwah) dan 35 sampai 90 Sariyah. Ghazwah ialah peperangan yang langsung dipimpin oleh Nabi saw dan
beliau melihat dari dekat proses terjadinya peperangan dan segala
taktik dan strategi perang berada dalam control beliau langsung.
Sedangkan Sariyah adalah peperangan yang tidak langsung dipimpin oleh
Nabi saw, namun beliau menunjuk sahabatnya untuk memimpin peperangan.
Terkadang Sariyah ini menyita waktu cukup lama (sekitar dua atau tiga
bulan) karena jauhnya gelanggang peperangan dari Madinah. Dapat
dipastikan bahwa Ali bin Abi Thalib selama menikah dengan Fatimah
banyak menghabiskan waktunya di medan peperangan atau diutus sebagai
juru dakwah. Selama ketidakhadiran suaminya, Fatimah dengan baik mampu
memerankan sebagai ibu yang ideal bagi anak-anaknya dan ia berhasil
mendidik mereka sebaik mungkin, sehingga Ali begitu tenang meninggalkan
keluarganya dan tidak pernah memikirkan urusan pendidikan anaknya dan
konsentrasinya benar-benar terfokus hanya pada jihad. Selama masa ini,
Fatimah juga membantu keluarga syuhada dan berbelasungkawa kepada
mereka, dan terkadang ia memotifasi para wanita yang menjadi
sukarelawan yang mengobati dan menangani korban perang dan tak jarang
Fatimah terjun langsung menolong para korban luka-luka akibat perang.
Dalam perang Uhud, misalnya, Rasulullah saw mengalami luka parah.
Fatimah beserta Ali, suaminya cukup bekerja keras untuk menghentikan
pendarahan yang dialami ayahnya dimana sejarah menceritakan bahwa
Fatimah membakar semacam jerami lalu menebarkan abunya ke luka ayahnya
sehingga darahnya terhenti.


 


Fatimah dan Kepergian Nabi saw


 


Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya
dari Aisyah yang berkata: Ketika Rasulullah saw sakit, maka beliau
memanggil putrinya Fatimah. Lalu beliau menghiburnya tapi Fatimah malah
menangis kemudian beliau menghiburnya kembali lalu ia tertawa. Lalu aku
bertanya kepada Fatimah perihal hal itu. Fatimah menjawab: Aku menangis
karena ia memberitahuku bahwa ia akan meninggal dunia sehingga aku
menangis, kemudian dia memberitahuku bahwa aku yang pertama kali
menyusulnya di antara keluargaku sehingga aku tertawa. Pengarang kitab
Kasyful Ghummah pada juz dua dalam kitabnya mengatakan: Karakter
manusia biasanya membenci kematian dan berusaha lari darinya. Yang
demikian ini karena manusia cinta dan cenderung kepada dunia—kami tidak
dapat menyebutkan semua riwayat ini karena begitu panjang—sedangkan
Fatimah as adalah wanita muda yang masih mempunyai anak kecil dan suami
yang mulia. Ironisnya, ketika ayahnya memberitahunya bahwa ia yang
tercepat di antara keluarganya yang akan menyusul Nabi maka ia merasa
sedih terhadap kematian ayahnya dan justru tertawa dan bahagia karena
ia pun akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan kedua anaknya dan
suaminya. Fatimah justru bergembira ketika akan menjemput mati.


Ini
adalah masalah yang besar dimana manusia tidak akan mampu mengenali
sifatnya dan hati tidak terbimbing untuk mengetahuinya. Hal yang
demikian adalah suatu masalah yang Allah SWT mengajarkannnya kepada
keluarga yang mulia ini dan suatu rahasia dimana Allah memberikan
kepada mereka keutamaan dan mengkhususkan mereka dengan mukjizat-Nya
dan tanda-tanda kebesaran-Nya.[14]


Diriwayatkan
dari Imam Baqir as yang berkata: Sepeninggal Rasulullah saw, Fatimah
tidak pernah terlihat dalam keadaan tertawa sehingga ia meninggal dunia.[15]


Diriwayatkan
dari Imam as Shadiq yang berkata: Ada lima orang yang suka menangis:
Adam, Ya`qub, Yusuf, Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Husain as.
Adapun Adam, ia menangis karena harus meninggalkan surga dimana ia
diletakkan di suatu lembah, sedangkan Ya`qub, ia menagisi Yusuf hingga
matanya buta, sedangkan Yusuf menangisi perpisahannya dengan Ya`qub
hingga terganggu karenanya para penghuni penjara, adapun Fatimah, ia
menangis karena kepergian Nabi saw sehingga karenanya penduduk Madinah
terganggu. Bahkan mereka berkata kepadanya, banyaknya tangisanmu
membuat kami terganggu. Lalu Fatimah pergi ke makam syuhada dan
menangis di sana sampai puas lalu ia pulang. Sedangkan Ali bin Husein
menangis karena kesyahidan ayahnya selama dua puluh tahun atau empat
puluh tahun.[16]


Diriwayatkan
bahwa Ali berkata: Ketika aku mencuci baju Nabi saw maka Fatimah
berkata, perlihatkanlah kepadaku baju itu. Lalu Fatimah menciumnya dan
pingsan. Takkala aku mengetahui hal itu maka aku menyembunyikan pakaian
itu (hingga kejadian ini tidak terulang kembali).[17]


Takkala
Nabi saw meninggal, Bilal tidak mau mengumandangkan azan dimana ia
berkata: Aku tidak mau mengumandangkan azan untuk seseorang setelah
meninggalnya Nabi saw. Kemudian pada suatu hari Fatimah berkata: Aku
ingin mendengar suara muazin ayahku yang mengumandangkan azan. Lalu hal
tersebut sampai ke telinga Bilal sehingga ia mengumandangkan azan dan
memulainya dengan takbir "Allahu Akbar". Fatimah mulai mengingat-ingat
kebersamaannya dengan ayahnya sehingga ia tidak mampu membendung air
matanya. Dan ketika Bilal sampai ke kalimat "Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah", Fatimah tidak kuasa menahan dirinya dan ia pun terjatuh
pingsan. Kemudian mereka mengira bahwa ia telah mati dan Bilal pun
tidak melanjutkan azannya. Takkala Fatimah sadar, ia meminta Bilal
untuk melanjutkan azannya namun Bilal dengan berat hati menolak sambil
berkata: Wahai penghulu para wanita, aku khawatir terjadi sesuatu pada
dirimu. Dan Fatimah pun mengerti kecemasan Bilal dan memaafkannya.[18]


Diriwayatkan
bahwa Fiddah, pembantu wanita Fatimah berkata kepada Waraqah bin
Abdullah al Azdi: Ketahuilah bahwa ketika Rasulullah saw meninggal
dunia, maka orang tua dan muda sangat terguncang dengan kematiannya
dimana mereka semua larut dalam tangisan. Musibah ini sangat berat
dipikul oleh kaum kerabat beliau dan para sahabatnya. Dan tak seorang
pun yang lebih bersedih dan lebih banyak menangis daripada tuanku,
Fatimah dimana selama tujuh hari Fatimah mengadakan mejelis ratapan.
Selama hari-hari itu Fatimah tidak pernah berhenti menangis dan
merintih, bahkan setiap hari tangisannya lebih banyak dari hari
sebelumnya. Dan ketika memasuki hari kedelapan, Fatimah meluapkan
kesedihannya yang terpendam dimana ia meratapi ayahnya: Oh ayahku, oh
pilihan Allah, oh Muhammad, oh Abu Qasim, duhai pelindung para janda
dan yatim, siapa lagi yang mendirikan shalat, siapa lagi yang
melindungi putrimu yang kehilangan orang tuanya! Bahkan dikatakan bahwa
Fatimah kehabisan suara saat meratapi ayahnya dan sempat mengalami
pingsan. Lebih jauh lagi, ia berkata: Duhai ayah, sepeninggalmu aku bak
orang yang hidup sendirian. Kehidupanku dipenuhi dengan duri-duri
bencana dan petaka. Sepeninggalmu banyak peristiwa besar terjadi yang
membuat kami menderita dan semua jalan tertutup buat kami hingga kami
tak dapat meloloskan diri. Sepeniggalmu aku kecewa melihat dunia ini
dan aku senantiasa menangis. Kemudian Fatimah membacakan syair:


Tiap hari aku memperbaharui kesedihanku atasmu


Demi Allah, luka hatiku semakin besar dan berat


Tiap hari deritaku semakin menjadi-jadi


Beratnya perpisahnku denganmu tak dapat dipungkiri


Adalah benar di dalam hati ada kesabaran


Namun sunguh berat mempertahankannya saat berkenaan denganmu


Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib bahkan membangun rumah untuk Fatimah di
Baqi yang terkenal dengan sebutan "Baitul Ahzan" (rumah kesedihan).
Saat pagi hari, Fatimah membawa Hasan dan Husein ke Baqi dan menangis
di sana.[19]


 


 


Akhir Hayat Fatimah


Diriwayatkan
bahwa Abi Abdillah ash Shadiq as berkata: Fatimah meninggal pada bulan
Jumadil Akhir, hari Selasa, tahun sebelas Hijrah.


Diriwayatkan
dari Ummu Salma, istri Abi Rafi` yang berkata: Fatimah sakit. Di hari
menjelang kematiannya, ia berkata: Datangkanlah untukku air! Lalu aku
menuangkan air untuknya hingga ia mandi dengan air tersebut dengan cara
yang terbaik. Kemudian ia berkata: Bawalah untukku pakaian yang baru
hingga aku dapat memakainya. Lalu Fatimah berbaring dan menghadap
kiblat dan ia meletakkan tangannya di bawah pipinya dan berkata:
Sebentar lagi aku akan meninggal...[20]


Diriwayatkan
dari Jabir al Anshari yang berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw
berkata kepada Ali bin Abi Thalib as—tiga hari sebelum beliau
meninggal: Salam kepadamu wahai ayah dua sekuntum bunga. Aku berwasiat
kepadamu tentang dua sekuntum bungaku di dunia. Demi Allah wahai
khalifahku, sebentar lagi dua sandaranmu akan roboh. Ketika Rasulullah
saw meninggal, Ali as berkata: Inilah salah satu sandaran yang
dikatakan Rasul saw padaku dan takkala Fatimah meninggal, Ali berkata:
inilah sandaranku yang kedua.[21]


Fatimah
as lahir lima tahun setelah tahun pengutusan Nabi saw dan ia meninggal
dunia saat berusia delapan belas tahun lima puluh tujuh hari, dan
sepeninggal ayahnya ia hidup selama tujuh puluh lima hari.[22]


Imam
ar Ridha pernah ditanya tentang kuburan Fatimah as lalu beliau
menjawab: Ia dimakamkan di rumahnya, namun ketika Bani Umayyah banyak
datang ke Masjid, ia berada di Masjid.[23] Ada yang mengatakan bahwa ia disemayamkan di Baqi.[24]


Fatimah
mengalami sakit keras dan ia bertahan selama empat puluh hari atas
sakitnya hingga ia meninggal. Saat menjelang ajalnya, ia memanggil Ummu
Aiman dan Asma` binti Umais dan sambil memandang suaminya Ali, ia
berkata: Wahai putra pamanku, engkau tidak pernah mendapatiku dalam
keadaan berbohong dan berkhianat, dan selama aku menjadi istrimu, aku
tidak pernah menentangmu. Ali menjawab: Aku berlindung kepada Allah,
engkau lebih tahu tentang Allah dan lebih baik dan lebih takwa di
sisi-Nya serta lebih takut kepada-Nya. Sungguh musibahmu di sisiku sama
dengan musibah Rasulullah saw. Sungguh besar kematianmu. Dan kita
adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.